Pancasila sebagai ideologi Negara memang mempunyai nilai-nilai luhur yang tercantum dalam sila-sila pancasila itu sendiri. Tulisan-tulisan yang terkandung dalam sila-sila dalam pancasila itu sendiri memang selayaknya harus dimiliki oleh siapa pun warga negara Indonesia tak terkecuali satu pun. Dalam hal ini khususnya saya tekankan pada para calon pemimpin kita yang hendak bertarung dalam Pilpres Juli mendatang.
Menilik tentang apa yang terjadi pada era Soeharto. Pada masa penguasaan Orde Baru tersebut telah terjadi pelanggaran terhadap nilai-nilai yang tercantum dalam Pancasila itu sendiri. Dimana hak asasi semua warga negara seakan diinjak-injak dengan leluasa oleh penguasa. Paham demokrasi yang dianut oleh Soekarno telah dinodai oleh rezim Soeharto. Demokrasi telah hilang pada masa 32 tahun tersebut, semua ”mulut pemberontak” telah dibungkam rapat, militer berkuasa penuh dengan bersembunyi dari ketiak penguasa. Pancasila hanya sebagai lambang penghias dinding di kantor, instansi pemerintah, dan sekolah.
Tapi masa Orde Baru telah berlalu dan demokrasi telah berkibar. Sekarang kita benahi semua mulai dari awal dengan mempersiapkan seorang pemimpin yang berjiwa Pancasila.
Seorang calon pemimpin bangsa ini khususnya pada 5 tahun mendatang saya rasa tidak hanya harus memiliki jiwa pancasialisme yang melulu tersirat dalam sila-sila Pancasila itu sendiri, namun juga harus bisa mengamalkannya dalam kepemimpinannya tersebut.
Seorang pemimpin bangsa Indonesia harus seseorang yang berketuhanan dan tidak menuhankan kekuasaannya. Seorang pemimpin negara harus mampu menjamin warga negaranya dan semua penduduk untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Juga disebutkan dalam pasal 29 UUD 1945. Ayat (1) dan (2) menyimpulkan bahwa, di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti terhadap Tuhan Yang Maha Esa, anti agama. Seorang pemimpin negara harus bisa mewujudkan dan menghidupsuburkan kerukunan hidup beragama, kehidupan yang penuh doleransi dalam batas-batas yang diizinkan oleh atau menurut tuntunan agama masing-masing, agar terwujud ketentraman dan kesejukan di dalam kehidupan beragama.
Seorang pemimpin bangsa ini juga harus bisa mengadilkan semuanya. Harus bisa meratakan apa yang harus ”dibagi” dengan semestinya. Tanpa harus membedakan suku, ras dan golongan. Seorang pemimpin bangsa haruslah mampu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan –kegiatan kemanusiaan, dan berani membela kebenaran dan hal-hal berkaitan dengan harkat martabat manusia Indonesia.
Berdasarkan sila Persatuan Indonesia seorang pemimpin wajib untuk menjaga persatuan wilayah Indonesia dari segi geografis dan kedaultannya. Dewasa ini telah ”hilang” 2 wilayah teritorial kita, semua ini di karenakan kurangnya rasa persatuan di dalam hati seluruh waraga negara Indonesia. Memang untuk menjaga persatuan itu bukan hanya tugas dari seorang pemimpin bangsa, tetapi tugas dari seorang pemimipin bangsa adalah lebih mengukuhkan rasa persatuan itu di dalam jiwa seluruh rakyat Indonesia. Ironis memang mengingat sudah ada beberapa wilayah NKRI telah memilih untuk memerdekakan dirinya. Wilayah Papua dan NAD (Nangroe Aceh Darussalam) telah memilih untuk meninggalkan negara kesatuan kita. Untuk itu peran seorang pemimpin untuk mencegah hal tersebut terjadi. Juga diperlukan peran dari segenap masayarakat untuk mewujudkan rasa persatuan itu terwujud.
Demikian pula dengan dengan prinsip kerakyatan. Suatu landasan yang harus mampu mengantar kepada prinsip-prinsip republikanisme, populisme, rasionalisme, demokratisme, dan reformisme yang diperteguh oleh semangat keterbukaan, dan usaha ke arah kerakyatan universal. Prinsip-prinsip kerakyatan seperti ini, harus mampu ditumbuhkembangkan oleh calon-calon pemimpin bangsa guna membangkitkan masyarakat Indonesia dalam menyadari potensi mereka di dunia modern, yakni kerakyatan yang mampu mengendalikan diri, tabah menguasai diri, walau berada dalam kancah pergolakan hebat untuk menciptakan perubahan dan pembaharuan.
Yang terakhir adalah mewujudkan nilai suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang merupakan tujuan dari cita-cita bernegara dan berbangsa, menyangkut keilmuan, keikhlasan pemikiran, kelapangan hati, peradaban, kesejahteraan keluarga, keadilan masyarakat dan kedamaian. Itu semua bermakna mewujudkan keadaan masyarakat yang bersatu secara organik yang setiap anggotanya mempunyai kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang serta belajar hidup pada kemampuan aslinya. Dengan mewujudkan segala usaha yang berarti yang diarahkan kepada potensi rakyat, memupuk perwatakan dan peningkatan kualitas rakyat, sehingga memiliki pendirian dan moral yang tegas. Mewujudkan suatu keadilan sosial, juga berarti mewujudkan azas masyarakat yang stabil yang ditumbuhkan oleh warga masyarakat itu sendiri.
Dengan munculnya seorang pemimpin bangsa yang demikian tersebut maka saya yakin bangsa ini akan jauh lebih maju dan tidak lagi menjadi Negara yang ”terus berkembang”. Sudak tidak jaman lagi untuk mendoktrin masyarakat agar menghafalkan semua sila dalam Pancasila, yang ujung-ujungnya malah membuat masyarakat linglung untuk mengamalkannya. Jadilah seorang pemimpin bangsa yang mampu untuk mengamalkan semua sila di dalam Pancasila, dan menjadi seorang publik figur dan contoh bagi masyarakat Indonesia. Semoga dalam Pilpres nanti akan melahirkan seorang pemimpin bangsa yang mampu untuk mengamalkan sila-sila dalam Pancasila.
3 komentar:
siip boz..saya yakin SBY-Boediono lah yang punya jiwa Pancasila...
SBY-Boediono...LANJUTKAN !!!
JK-Wiranto...
Posting Komentar