Rabu, 09 Desember 2009

Pentingkah Peringatan Hari Anti Korupsi??

PBB telah menetapkan tanggal 9 Desember sebagai hari anti korupsi, semakin bertambah saja seremonial di 365 hari yang tersedia, efektifkah peringatan-peringatan tersebut?


Di Negara kita ini jika kita berbicara tentang korupsi, maka kita juga berbicara tentang budaya, dan jika kita tersambung dengan “budaya” maka kita akan dihadapkan dengan yang namanya kebiasaan. Negara ini sudah hancur lebur dengan moral-moral bejat rakyat dan pemerintahannya.


Di negara kita korupsi sudah mendarah daging, malah yang lebih mengejutkan lagi ibu dari salah satu teman saya yang bekerja di kantor pemerintah tingkat I mengatakan nek awake dewe gak korupsi lha terus anak bojo ku mangan opo?? Lha wong duik gaji cuma cukup gawe mangan wong 2, durung njajane??”.


Para demostran yang sekarang turun ke jalan untuk meneriakkan ”Anti Korupsi” apakah mereka juga sudah terbebas seratus persen dengan korupsi?? Apakah para demostran itu orang-orang bersih dari korupsi?? Apakah kalian yakin mereka orang bersih??


Korupsi yang saya maksud ini adalah definisi korupsi secara luas. Jangan coba mengelak dari pertanyaan diatas dengan mengkerdilkan makna korupsi itu sendiri..


Bila melihat seremonial-seremonial yang seringkali kita peringati dalam momen-momen tertentu ternyata hanya berakhir pada seremonial belaka, tidak berlanjut pada implementasi.


Tengoklah peringatan hari kemerdekaan, apakah berlanjut pada implementasi untuk membebaskan rakyat kecil dari penindasan dan kesewenang-wenangan?, ternyata tidak!. Penggusuran, minimnya akses rakyat untuk pelayanan kesehatan, keadilan dalam hukum, hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak masih saja menjadi penyakit kronis yang tak kunjung sembuh juga, walaupun tiap tahun seremoni hari kemerdekaan selalu meriah.


Lalu dengan peringatan hari ibu, apakah efektif peringatan tersebut? ternyata tidak juga!. Lihatlah anak-anak masa kini yang cenderung mengabaikan nasihat yang diberikan oleh orang tua, terutama oleh ibu-ibu mereka. Masih telalu banyak anak-anak yang masih suka membangkang, membentak, mencaci-maki bahkan tega menghabisi nyawa ibunya sendiri!.


Kemudian kini korupsi yang telah mendarah-daging dinegeri ini, bahkan telah mendapat gelar kehormatan sebagai negara terkorup ingin pula dilakukan peringatan atasnya. Mungkin sebagai alat untuk menggembosi pemerintahan yang berkuasa peringatan tersebut bisa efektif, tapi belum tentu tujuan utama pemberantasan korupsi bisa menjadi bagian keprihatinan bersama seluruh anak negeri. Sekali lagi ini hanya akan berakhir pada seremonial belaka tanpa ada tindak lanjut yang benar-benar bisa menjadikan korupsi sebagai musuh bersama.


Kalau memang benar-benar ingin menjadikan korupsi sebagai musuh bersama, tentunya awal reformasi dahulu jadi momentum penting untuk memulainya bagi seluruh elemen yang ada, baik pemerintah, ormas, parpol, LSM-LSM untuk bisa mengarahkan rakyat untuk memilih wakil-wakil mereka dengan cerdas. Tetapi sebaliknya yang terjadi awal reformasi malah semakin menyuburkan praktek-praktek korupsi ditahun-tahun selanjutnya, yang diawali dengan praktek money politic untuk meraih suara dalam pemilu pasca reformasi.


Kalau dizaman Soeharto korupsi berlangsung dibawah meja, diera reformasi bahkan meja-mejanya pun ikut dikorupsi, alias korupsinya begitu terang-benderang tapi sulit terjamah oleh hukum karena masing-masing pihak terkait satu sama lain, seperti yang terjadi sekarang ini!. Coba tengok kasus yang meledak akhir-akhir ini.


Butuh keteladanan, butuh hukuman yang benar-benar bikin kapok para koruptor, kalau perlu sampai pada hukuman mati didepan khalayak umum. Karena korupsi sudah begitu akut, sehingga merusak sendi-sendi kehidupan, merusak rasa keadilan, merusak kepercayaan kita sesama manusia, merusak hubungan kita dengan sang Pencipta karena ibadah yang dilakukan hanya berupa ritual saja, merusak generasi-generasi penerus bangsa yang kelak diharapkan memimpin negeri ini.


Bagi saya peringatan-peringatan tersebut tidak menjadi hal yang penting untuk dilakukan, jika kita ternyata tidak mau beranjak dari pola hidup yang korup menuju pola hidup yang sehat, yang jujur, yang bertanggung-jawab terhadap hubungan sosial kita sesama manusia, juga kepada Allah SWT.


” Jangan berharap negeri ini akan terbebas dari penyakit korupsi, jika ternyata kita sendiri masih senang untuk menjadikan korupsi sebagai teman sepermainan (Julian Ariyansyah)“

2 komentar:

VianRock Prasetya mengatakan...

ssiipphh,,, okey tuh!!?/
blog pean bagus napa gak di uangkan aja!!?
biar ada duit tabungan juga kan!!??
hheeee

Handa Paramarta mengatakan...

piye le carane??

Posting Komentar