Senin, 23 Januari 2012

Berakhirnya Era Perbudakan Modern

Salute to Mahkamah Konstitusi kita, bahwa Pak Mahmud MD berani mengambil keputusan dengan menganulir dua pasal yang selama ini telah mengkerdilkan hak-hak para pekerja atau buruh yang bekerja dengan penuh ketidakpastian. Dua pasal tersebut yaitu Pasal 65 ayat (7) dan Pasal 66 ayat (2) huruf b yang isinya memuat tentang sistem outsourcing atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang sering kita sebut dengan Era Perbudakan Modern.

Mahkamah Kostitusi (MK) mengabulkan sebagian uji materil UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang diajukan Didik Suprijadi, pekerja dari Alinsi Petugas Pembaca Meter Listrik Indonesia (AP2ML). Dalam putusannya MK menilai, pekerjaan yang memiliki obyek tetap tak bisa lagi dikerjakan lewat mekanisme kontrak atau outsourcing. Nantinya, pekerja-pekerja seperti Didik Suprijadi, yang inti pekerjaannya membaca meteran listrik, tidak dibenarkan dipekerjakan secara outsourcing karena obyek kerjanya tetap. Sistem outsourcing atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dengan menggunakan jasa perusahaan penyedia tenaga kerja hanya bisa dilakukan untuk pekerjaan yang objeknya tak tetap. Objek tak tetap contohnya pekerjaan pembangunan. Sumber Kompas.com

Berikut isi lengkap amar putusan MK Nomor 27/PUU-IX/2011 itu:
1.Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;
2.Frasa “…perjanjian kerja waktu tertentu” dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa “…perjanjian kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
3.Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;
4.Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Karena putusan MK ini, maka dua pasal yang ada di UU nomor 13 tahun 2003 itupun berubah dengan dihilangkannya kalimat 'perjanjian kerja waktu tertentu' dan 'perjanjian kerja untuk waktu tertentu.

'Bunyi dua pasal itu menjadi: Pasal 65 ayat 7 Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59. Sumber Kompas.com

Pasal 66 ayat 2 huruf b Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua berlah pihak. Sumber Kompas.com

Sebelum dihapuskan, dalam dua pasal itu terkandung kalimat perjanjian kerja waktu tertentu dan perjanjian kerja untuk waktu tertentu. Dua frasa itu yang bermakna outsourcing sebelumnya disandingkan dengan kalimat pekerjanjian kerja waktu tidak tertentu.

Inti putusan MK ini artinya tak lagi memberi kesempatan pada sebuah perusahaan untuk memberikan pekerjaan yang sifat objeknya tetap meskipun itu bersifat penunjang seperti pengamanan, kurir dan lainnya. Alhasil, bank-bank yang saat ini banyak mempekerjakan teller atau costumer service menggunakan sistem outsourcing tidak dibenarkan lagi. (Prawira Maulana) sumber : kompas.com

Setelah membaca artikel di atas kita ketahui bersama bahwa bank-bank yang pada saat ini masih memperkerjakan pegawainya melalui sistem outsorcing telah bertentangan dengan UUD 45 dan Undang-Undang no 13 tentang Ketenagakerjaan (telah dirubah dengan putusan MK tentang penghapusan sistem outsorcing).

Maka kita sebagai pegawai yang pada saat ini masih berstatus outsorcing dapat dikatakan sebagai pegawai ilegal. Kenapa bisa saya katakan seperti itu?? Ingatkah kalian pada saat sebelum kita bekerja, kita telah menandatangani kontrak kerja dengan perusahaan penyedia jasa pekerja (PKSS, Outsorsindo, Mutual, Prismas, dll). Mereka membuat kontrak kerja tersebut berdasarrkan atas Undang-Undang 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dimana Undang-Undang tersebut belum terjadi penghapusan pasal-pasal yang memuat sistem Outsorcing. Setelah MK menghapus pasal - pasal tentang pekerja Outsorcing maka secara otomatis kontrak kerja yang kita tanda tangani itupun akan "batal demi hukum". Dengan kata lain kita tidak punya pijakan hukum untuk bekerja di suatu perusahaan. Dan kita adalah pekerja ilegal.

Tapi dengan sistem yuridiksi yang di anut bangsa lemah ini, Undang-Undang yang telah di rubah oleh MK tersebut lewat uji materiil sekarang masih di dalam tahap sosialisasi. Dimana tahap sosialisasi ini biasanya memakan waktu kurang lebih 1 tahun sebelum undang-undang itu berlaku mutlak dan telah memperoleh nomor undang-undang yang resmi di dalam Lembaran Neraga Republik Indonesia.

Maka bersabarlah kita untuk menunggu sekitar 1 tahun ke depan sampai Undang-Undang no 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut benar - benar berlaku sebagai hukum positif di negara ini. Semoga Komisi 3 DPR tetap mengawasi jalannya perubahan undang-undang ini tanpa mengabaikan aspek yang telah berjalan semestinya, bukan untuk kepentingan golongan tapi untuk kepentingan rakyat banyak.


Sebagian Negara-negara maju di Eropa seperti Perancis, Italia atau di Asia seperti Jepang dan Korea telah berusaha untuk lebih menghargai kaum pekerja/ buruh dengan memenuhi hak-hak mereka tanpa mengabaikan aspek profit bagi perusahaannya. Dan hasilnya Negara itu pun berkembang pesat dengan sokongan sumber daya manusia yang makmur dan sejahtera. Saya harap Indonesia mau belajar dari itu semua

(Handa Paramarta)

0 komentar:

Posting Komentar